MENULISLAH DENGAN HATI, Karena Hati Hanya Bisa Disentuh Dengan Hati…

Menulis bagi orang biasa, itu pekerjaan yang berat, susah, serius

Dan menyita energy pikikan yang cukup banyak.

Padahal menurut insane pembelajar, menulis itu menyenangkan, menyembuhkan

dan media untuk mengekspresikan diri.

Karenanya, yang diperlukan hanyalah kesungguhan.

 

Saat saya menulis, begitu banyak sensasi yang ingin tercurahkan dalam deretan kata dan tulisan. Kadang, saat membacanya lagi ada semacam kepuasan telah mampu mengabstrasikan seluruh pendapat dan pandangan yang tersimpan selama ini di dada dan di kepala saya. Mungkin saat itu sedang flow, sehingga kata-kata terhambur begitu saja. Dan kebetulan pas. Atau, ada yang pernah bilang saat kita flow maka seluruh kemampuan akan mengalir harmoni penuh kekuatan.

Namun kadang pula, setelah beberapa lama saat tulisan itu saya baca lagi, saya jadi malu sendiri. Koq nulis kayak gitu sih. Malu-maluin, tidak terstruktur !

Ah, apa pun itu, bagi saya pribadi, menulis itu lebih banyak manfaatnya dari pada tidak menuliskan apa yang kita temukan, apa yang kita dapat, dan apa yang kita impikan. Menulis itu bagai sebuah petualangan : penuh tantangan, mengasyikkan dan tetap harus maju sampai di tujuan.

Bagi saya pribadi pula menulis adalah terapi hati. Melatih untuk berperasaan lebih halus dan peduli, untuk pencerahan, untuk memahami diri sendiri, untuk memahami orang lain, dan juga untuk memahami lingkungan. Besar harapan saya sih, dengan menulis saya tengah berupaya mengaktualisasi diri. Menyalurkan ide, berpikir lebih mandiri dan kreatif, serta “mempublikasikan” semangat berbagi.Ya, setidaknya untuk melatih kemampuan diri untuk melihat fenomena dunia ini secara cerdas.

Disisi lain, dengan menulis saya pun mencoba untuk menghayati hidup dan kehidupan ini, sebagai bagian untuk mensyukuri atas karunia Allah SWT. Syukur-syukur memberikan inspirasi bagi orang lain. Atau siapa tahu sedikit banyak memberikan kontribusi dalam membangun peradaban dengan karya tulisan yang menggugah dan mencerahkan. Dan bukankah Allah telah menjanjikan bahwa Allah akan mengangkat orang-orang yang berilmu beberapa derajat?

Lebih jauh, idealisme saya adalah sedikit banyak ingin memberikan kontribusi dalam membangun peradaban dengan karya tulisan yang mencerahkan. Setidaknya untuk diri dan keluarga besar saya, untuk orang-orang yang saya cintai, dan untuk lingkar terkecil di seputar lingkungan di mana saya tinggal dan bergaul.

Sementara nilai-nilai dan sederet kata yang saya tuliskan di tulisan ini, kiranya akan mampu menjadi kekuatan pesan, yang senyatanya tidak hanya bisa disalurkan melalui sebuah buku. Tapi bisa disalurkan dalam sepucuk surat untuk orang yang kita cintai, sebait SMS, newsletter, webblog, obrolan keseharian, atau dakwah dan tausyiah.

Hanya saja, agar semua kata terekam dalam “keabadian”, adalah akan bernilai bila disampaikan dalam sebuah buku. Karena buku adalah prasasti makna dan keabadian.

Buku juga bisa kita jadikan sebagai warisan terbaik selain warisan yang berbentuk :

+ Ilmu yang bermanfaat,

+ Pengalaman yang mengesankan,

+ Visi yang jauh kedepan dan menggerakkan,

+ Inspirasi yang menghunjam kedalam hati,

+ Harta yang bermanfaat untuk kebaikan dan umat, dan

+ Nama baik yang membuat bersyukur orang yang telah dan pernah mengenal dekat dengannya.

Jadi, mari kita menulis dengan hati agar makna dalam tulisan itu jadi prasasti dan bernilai abadi.